Kamis, 06 November 2014

Economic Welfare

ALOKASI SUBSIDI UNTUK PRODUK STRATEGIS: SALAHKAH?
Sri Indah Nikensari

Amanah dalam Pembukaan UUD 1945 dan tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur dan merata. Masyarakat yang sejahtera akan tercapai apabila alokasi sumber daya dilakukan secara efisien dan ada kebijakan redistribusi kesejahteraan. Dan masyarakat merasa sejahtera apabila mereka telah merasa puas atas barang yang dikonsumsinya, seperti diformulasikan dalam fungsi ekonomi kesejahteraan berikut.
        W = W (Ui)
    
      W* = F(q11,q21,q12,q22,x1+x2)
        Di mana:  qi adalah output dan xi adalah faktor input        
Atau bahwa fungsi kesejahteraan maksimum dipengaruhi oleh output yang dikonsumsi masyarakat dan faktor input yang dimiliki masyarakat.

Bentuk dari kebijakan redistribusi kesejahteraan adalah melalui alokasi anggaran yang diperuntukkan untuk kesejahteraan semua rakyat, termasuk berbagai macam subsidi atau transfer kepada masyarakat yang belum sejahtera. Di beberapa negara, bentuk-bentuk kebijakan ini kebanyakan adalah transfer pada masyarakat yang belum sejahtera. Bahkan di beberapa negara Eropa dan juga negara maju lainnya, masyarakat yang tidak bekerja mendapatkan tunjangan pengangguran. Adapun alokasi anggaran untuk subsidi pendidikan dan subsidi kesehatan merupakan amanat UU sebagai kewajiban pemerintah, dan dilakukan oleh banyak negara di dunia. Kedua ini mempunyai manfaat kesejahteraan jangka panjang. Dengan kata lain, subsidi bukan merupakan hal yang tabu dan bukan pula sebagai kebijakan yang tidak efisien.
Berkaitan dengan subsidi, subsidi yang diberikan negara pada masyarakat adalah termasuk untuk subsidi barang strategis. Barang strategis adalah barang yang sangat penting bagi masyarakat dan perubahan harga barang ini akan menyebabkan perubahan harga barang lain yang terkait, termasuk barang jenis ini adalah Bahan Bakar Minyak (BBM). Dengan memberikan subsidi, Pemerintah melakukan kebijakan harga tertinggi (ceilling price)
BBM tidak bisa disamakan persis dengan telur, di mana jika harga telur naik maka harga makanan yang mengandung telur akan menjadi lebih mahal. Alasannya, yang mengadakan BBM adalah pemerintah, sedangkan pengadaan telur adalah masyarakat. BBM merupakan produk yang non-renewable, sedangkan telur adalah barang yang renewable. BBM digunakan di hampir semua sektor denyut nadi perekonomian, transportasi, listrik, pabrik, dll. Maka jika harga BBM naik, dapat dipastikan terjadi dampak multiplier terhadap harga-harga barang lainnya.

Akan tetapi subsidi BBM banyak dinikmati oleh orang bermobil/bermotor. Jadi apa sebaiknya yang dapat dilakukan?
1)      Sektor transportasi harus dibenahi, agar masyarakat luas mau beralih menggunakan transportasi         masal.
2)      Naikkan pajak kendaraan bermotor yang menggunakan BBM subsidi
3)      Pakai energi alternatif untuk mengganti BBM.
Selain itu harus ada sanksi yang tegas untuk segala bentuk korupsi dan penyelundupan, sehingga anggaran pemerintah cukup untuk membiayai rakyatnya.

Pemberian kartu pintar, kartu sehat dan kartu sejahtera tidak cukup untuk menutup dampak multiplier kenaikan BBM, dan kesejahteraan masyarakat luas akan terpangkas. Yang mendapatkan manfaat dari kenaikan harga BBM adalah para pelaksana proyek dari dana pengalihan subsidi BBM. Siapa mereka?
Nah, harus dipikirkan baik-baik, apakah sudah tepat saat ini menaikkan harga BBM, apalagi kabarnya harga minyak dunia jauh lebuh rendah dari asumsinya di APBN? Juga adanya ketimpangan pendapatan dan indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan yang semakin naik? Sanggupkah mayoritas rakyat menanggungnya? Perlu dilihat berapa persen GDP yang dinikmati mayoritas rakyat saat ini? (Lihat ukuran menurut Bank Dunia).  Para penerima gaji/upah tetap (PNS, buruh/karyawan, dll), pasti akan sangat merasakan dampaknya, apalagi orang miskin atau rentan miskin.  
Mungkin suatu ketika nanti harga BBM bisa tidak disubsidi lagi, yaitu ketika BBM sudah bukan menjadi produk yang strategis lagi.

Kita tidak mengharapkan para pemimpin kita memimpin negara ini didasarkan pada kebijakan neo-liberal, di mana semua harus sesuai dengan harga pasar. Perlu sekali kebijakan keberpihakan pemerintah pada masyarakat luas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar